Minggu, 09 Juni 2019

Muhammadiyah Jajaki Penerapan Dinar dan Dirham



Keluarga besar Muhammadiyah secara sistematis tengah menjajaki kemungkinan penerapan dinar dan dirham sebagai alat transaksi. Dimulai setahun lalu oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dilanjutkan oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dan baru-baru ini Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), seminar bertema "Mengembalikan Dinar dan Dirham Sebagai Mata Uang Syariah Untuk Menyelamatkan Perekonomian Global" telah diselenggarakan.

Pembicara seminar adalah para pakar dari berbagai negara, termasuk Shaykh Umar I Vadillo, pelopor gerakan pengembalian muamalah, yang bertindak sebagai "pembicara kunci" dalam ketiga seminar. Pada tingkat Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah soal ini juga pernah dibahas di salah satu rapat plenonya, di Yogyakarta, dengan promotor utamanya Dr Bambang Soedibjo, salah satu ketua PP, dan mantan menteri keuangan, yang sangat paham kelemahan sistem moneter saat ini.

Sementara itu, di kalangan jamaah Muhamamdiyah, penggunaan dinar dan dirham telah mulai dilakukan, hanya saja masih pada skala sangat terbatas dan secara individual. Bahkan, seminar di UMJ di atas disertai dengan pembagian zakat sebanyak sekitar 150 dirham perak kepada mustahik di sekeliling kampus. Sebuah pasar kecil juga digelar hingga mustahik dan umat lain bisa berjual beli dengan dinar dan dirham.

Peluang bagi Muhammadiyah untuk sukses dalam menerapkan dinar dan dirham ini sangatlah besar. Dengan perkiraan 30 juta anggota dan ribuan unit amal usaha di kalangan Muhammadiyah, penggunaan dinar dan dirham bisa berjalan dengan sangat cepat. Rumah sakit dan kilinik, sekolah dari TK sampai universitas, rumah-rumah panti asuhan, hotel dan wisma, unit-unit usaha lain yang ribuan jumlahnya, yang dimiliki keluarga besar Muhammadiyah, merupakan jalur  distribusi dan sirkulasi koin dinar dan dirham.

Lazismu, baik di pusat maupun yang tersebar di berbagai jajaran dan tingkat, adalah jalur lain perputaran dinar dan dirham. Penggunaan dinar dan dirham di kalangan keluarga besar Muhammadiyah tidak saja akan bermanfaat bagi kalangan sendiri. Langkah Muhammadiyah ini akan menjadi pemandu, dan lokomotif, ormas dan jamaah-jamaah Islam lain untuk mengikutinya. Dan hal ini tidak saja akan berdampak pada umat Islam di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia karena dinar dan dirham Muhammadiyah akan berlaku dan diterima secara universal di seluruh dunia. Saat ini dinar dan dirham telah digunakan di banyak negeri, mulai dari Maroko sampai Merauke, hanya dalam jumlah terbatas dan belum sistematis.

Meski peluang bagi dinar dirham Muhammadiyah sangat besar, demikian pun tantangannya. Dari serangkaian seminar dan kajian yang telah berlangsung selama ini, jelas tampak bahwa pemahaman di kalangan Muhammadiyah masih beragam. Bahkan, ada yang salah paham dengan mengira penerapan dinar dan dirham ini adalah sebentuk kegiatan investasi emas dan perak. Termasuk "investasi emas bodong" yang merugikan masyarakat sampai triliunan rupiah itu.

Kesalahpahaman ini adalah akibat dari pandangan umum masyarakat yang keliru akibat kampanye pihak-pihak tertentu yang menekankan bahwa emas dan perak adalah "alat investasi terbaik". Padahal, emas dan perak, dalam syariat Islam merupakan komoditas khusus yang digunakan sebagai alat takar, pengukur nilai, serta sebagai alat bayar dan alat tukar yang harus berputar dalam masyarakat.

Penerbitan dan pengedaran dinar dan dirham sama sekali tidak bermotif bisnis dan mencari keuntungan. Penerapan kembali dinar dan dirham adalah semata-mata untuk memenuhi tuntutan syariat Islam, baik dalam jual-beli maupun ibadah khususnya pembayaran zakat uang dan barang niaga. Tanpa dinar dan dirham banyak ketentuan syariat Islam yang terkait dengan nishab, hudud, mahar, utang piutang, dan jual beli yang adil, dan lainnya, yang tidak bisa dijalankan.

Umat Islam, pada akhirnya, tidak bisa menghindar untuk menerapkan dinar dan dirham ini. Ini seperti yang dilakukan oleh Sultan Bolkiah tahun lalu ketika hendak menerapkan syariat Islam, maka dinar dan dirham harus kembali dirujuk sebagai standar perhitungan nilai dan harga.

Maka, langkah Muhammadiyah berikutnya, paling tidak ada tiga hal yang utama. Pertama, membawa masalah dinar dan dirham ini menjadi agenda Majelis Tarjih Muhammadiyah. Ini untuk menelaahnya secara lebih dalam dan luas, untuk menghasilkan fatwa tentang keduanya, dalam kaitan dengan muamalah dan ibadah (zakat). Penerbitan fatwa ini akan menjadi landasan operasional yang kokoh dan bermanfaat bukan saja bagi kalangan Muhammadiyah sendiri, tetapi juga bagi umat Islam di seluruh dunia. Di sini Muhammadiyah bisa kembali menunjukkan kepeloporannya sebagai gerakan umat.

Kedua, mendorong unit-unit dan amal usaha Muhammadiyah, untuk mulai menerapkan penggunaan dinar dan dirham dalam transaksi sehari-hari. Termasuk Lazismu mulai menarik dan membagikan zakat mal dalam dinar dan dirham. Berbagai kegiatan Festival Hari Pasaran (FHP) dan jaringan pengguna dinar dirham Nusantara (Jawara Muamalah) yang sudah tersebar di berbagai kota, tentu bisa bersinergi dengannya. Di sini Muhammadiyah dapat membuktikan peran aktifnya dalam menyejahterakan umat melalui sunah Rasul SAW yang mampu mengatasi problem mendasar dan kronis sistem keuangan ribawi di zaman ini.

Ketiga, melanjutkan pembahasan di tingkat PP secara mendalam dan terbuka untuk rencana pencetakan dan pengedaran dinar dan dirham Muhammadiyah yang rancangannya telah tersedia. Dinar dan dirham Muhammadiyah akan bersanding dengan dinar dan dirham yang telah dicetak dan diedarkan oleh umat Islam di berbagai negeri. Ini akan membawa pamor Muhammadiyah di tingkat umat berkibar di seluruh jagat raya. Bisa dipastikan langkah Muhammadiyah, karena kekuatan jamaahnya, akan ditiru oleh pihak-pihak lain di dunia ini.

Langkah-langkah Muhammadiyah ini lebih-lebih menjadi sangat penting dan relevan di tengah makin terpuruknya sistem uang kertas beberapa pekan terakhir ini. Khususnya terus merosotnya daya beli rupiah. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dari posisi stabil terakhir di sekitar Rp 9.500  beberapa tahun lalu menjadi saat ini sekitar Rp 14,230.80 bermakna bahwa rakyat Indonesia telah dipermiskin hampir sekitar 40 persen dalam waktu singkat. Kerja keras dan nilai seluruh  sumber daya alam kita, dan kualitas manusianya tentu saja, musnah begitu saja.

Itulah akibat dari sistem riba yang berlaku. Saatnya ormas sekaliber Muhammadiyah mengambil terobosan nyata dalam mengatasi persoalan ini secara mendasar. Dan dinar emas dan dirham perak Muhammadiyah adalah pintu masuknya. Semoga!




Zaim Saidi
Pendiri Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC)

Foto adalah ilustrasi dinar dan dirham yang sudah beredar dikalangan terbatas
Sumber: Facebook/Website Sang Pencerah

0 komentar:

Posting Komentar