Senin, 30 Desember 2019

Menuju Indonesia Maju

PELATIHAN JURNALISTIK: Siswa SMKN 1 Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, mengikuti pelatihan jurnalistik dasar dengan pemateri dari Harian Umum Solopos di ruang sekolah setempat, Rabu (11/12/2019).


Para founding fathers kita sangat visioner dengan menempatkan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu fokus utama pembangunan bangsa. Dalam pembukaan konstitusi dengan jelas disebutkan negara dibentuk dengan upaya pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Beberapa rezim yang berkuasa mulai orde lama, orde baru, hingga era reformasi saat ini pun selalu menempatkan pembangunan SDM sebagai skala prioritas. Sehingga isu ini terlihat seksi saat masa kampanye pemilihan umum presiden (pilpres). Pihak oposisi selalu menjadikan tingginya angka kemiskinan, masih rendahnya tingkat pendidikan, hingga kemampuan daya saing Indonesia yang rendah  sebagai komoditas politik. Sebaliknya, pemerintah senantiasa mengungkap angka kemiskinan yang terus menurun lewat berbagai indikator seperti indeks  kesejahteraan rakyat.

Pembangunan SDM kini tengah menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo setelah menomorsatukan proyek infrastruktur pada lima tahun periode pertama. Kita harus menaruh respek karena pertaruhan pembangunan SDM lebih besar dibandingkan sektor fisik. Hasil panen membangun SDM pun baru bisa terlihat dalam beberapa dekade ke depan.

Membangun SDM juga lebih rumit karena melibatkan berbagai variabel. Apalagi tantangannya kini kian besar menyusul datangnya gelombang revolusi industri 4.0.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam  perayaan Milad ke-107 Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jawa Timur, 23 November lalu, mengungkapkan jumlah keluarga di Indonesia per Maret 2019 sebanyak 57.116.000. Dari total itu 9,4% atau hampir 10 juta keluarga termasuk keluarga miskin. Jika ditambah dengan keluarga yang hampir miskin menjadi 16,85%.

 Indonesia tidak mungkin menjadi negara yang maju jika jumlah keluarga yang miskin masih 9,4% ditambah 16,85% keluarga hampir miskin. Alasannya, dalam kalangan kelompok miskin inilah muncul berbagai macam penyakit, baik penyakit yang bersifat klinis maupun sosial. 

Kunci utama dalam meningkatkan kualitas SDM Indonesia sehingga mampu bersaing adalah melalui pendidikan. Terobosan-terobosan yang ditempuh oleh beberapa daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, serta Jawa Barat soal SPP SMAN/SMKN  gratis patut diapresiasi. Pun demikian dengan bertebarannya sekolah-sekolah vokasi di perguruan tinggi negeri yang menyiapkan lulusan siap bersaing di dunia kerja.

Namun kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini masih perlu penanganan serius. Berbagai tantangan harus dijawab agar benar-benar mampu menghasilkan SDM yang berdaya saing. Permasalahan itu bukan hanya sekadar penghapusan ujian nasional (UN) serta permasalahan lain di dunia pendidikan seperti zonasi sekolah. Lebih besar dari itu, tantangan utamanya adalah soal  akses dan kualitas pendidikan di Tanah Air yang masih memprihatinkan.

 Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti, dalam Indonesian  Scholars International Convention (ISIC) 2019 di University of Nottingham, Inggris, beberapa waktu lalu memaparkan  akses pendidikan yang berkualitas di Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa. Sedangkan menurut populasi penduduk, baru sekira 8,5% atau 15,5 juta orang dari total jumlah penduduk Indonesia yang mampu menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi. Sebanyak 26,3% berpendidikan SMA, dan sisanya yaitu 65% hanya mengenyam pendidikan sampai di tingkat SMP (22,8%) dan SD (42,4%).

Soal kualitas, Indonesia harus bekerja keras. Seperti dalam pendidikan tinggi. Di percaturan internasional, perguruan tinggi favorit Indonesia masih kesulitan menembus ranking 200 besar dunia.  Sementara di tataran Asia, hanya ada lima PTN yang masuk 200 besar Asia, berdasarkan QS World Ranking yang dirilis November 2019.

Investasi prioritas pembangunan SDM selaras dengan revolusi industri 4.0 yang membutuhkan orang-orang melek teknologi informasi dan angkatan kerja yang kompeten di bidangnya. Prioritas pembangunan SDM juga dimaksudkan untuk menyelamatkan bonus demografi, di mana 70% penduduk Indonesia dalam beberapa tahun ke depan adalah usia produktif.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah yang tertinggi dari semua tingkat pendidikan. Pada Februari 2019, jumlahnya mencapai 8,63 persen.

TPT menjadi indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.
Padahal, siswa SMK digadang-gadang menjadi orang-orang yang siap langsung bekerja setelah lulus.

Oleh sebab itu butuh formula untuk merespons bonus demografi dengan  masifikasi pelatihan di balai latihan kerja (BLK), pemagangan terstruktur,  sertifikasi uji kompetensi, dan penerbitan regulasi seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 yang mengatur pemberian super deduction tax kepada usaha yang menyelenggarakan vokasi dan research and development (R&D). Selain itu manajemen dan kualitas perguruan tinggi perlu digenjot, seperti memperbanyak doktor muda serta menyusun kurikulum yang adaptif terhadap kekinian.

Langkah ini perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggalan SDM menuju Indonesia maju. Mengacu pada Global Competitiveness Index 2019, yang dirilis World Economic Forum (WEF), posisi Indonesia turun dari peringkat 45 ke 50. Tak hanya penurunan peringkat, skor daya saing Indonesia juga turun ke posisi 64,6.

Berdasarkan hasil tersebut, Indonesia makin tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama. Demikian pula dari Malaysia dan Thailand yang masing-masing berada di ranking 27 dan 40. 
Dari 12 pilar yang jadi penilaian,  skor paling buruk Indonesia terjadi pada soal inovasi yang hanya memperoleh poin 37,7 dari skor tertinggi 100. Disusul kemudian pada adopsi information and communications technology (ICT) dengan skor 55,4, dan pilar pasar tenaga kerja.

0 komentar:

Posting Komentar