Selasa, 30 Juli 2019

Transit

Ibu, Mb Pur, keluarga mas Sulis, keluarga mas Bowo mampir sejenak sebelum meneruskan perjalanan dari Malang ke Magelang. Alhamdulillah punya rumah dekat akses tol Trans-Jawa.

Family Cooking Competition

Menu lomba masak berkonsep keluarga ini adalah ikan gurami. Menjadi juara bukanlah target utama. Acara Superindo Adisucipto Solo ini kami jadikan momentum untuk rekreasi keluarga.





Nemenin Nonton Kay

Kali ini menemani nonton putriku, Keke. Film yang kami tonton Dua Garis Biru. Karya Ginantri S. Noer ini hingga kini masih menyisakan kontroversi di masyarakat.

Ceritanya karena dua remaja SMA berpacaran dan suatu kesempatan melakukan hubungan intim hingga hamil di luar nikah. Mereka kemudian dihadapkan pada situasi rumit. Tentu mereka tidak siap dihadapkan pada keadaan yang sebenarnya dialami pasangan dewasa.

Nah di sini ada beberapa pembelajaran yang diambil di antaranya perlunya pendidikan seks di usia remaja, pentingnya komunikasi yang intens antara anak dan orang tua, dan penanaman nilai-nilai agama yang kurang di masyarakat.

Pendidikan seks ini ditekankan pada tingginya risiko yang harus dialami oleh anak perempuan di bawah umur ketika melahirkan. Mulai anak rentan terjangkit infeksi Human Papilloma Virus (HPV) penyebab kanker serviks, depresi, hingga potensi kematian janin dan ibunya.

Oleh sebab itu, orang tua harus mendampingi anak saat nonton film yang dibintangi Angga Aldi Yunanda (Bima) dan Adhisty Zara (Dara) ini. Sambil menonton kita bisa berikan masukan-masukan tentang bagaimana anak milenial seperti saat ini seharusnya bergaul dengan teman-temannya.


Minggu, 28 Juli 2019

Pancasila menurut Muhammadiyah

Revolusi Mental ala Pemerintah

Sabtu, 27 Juli 2019

Kode Etik Netizmu

Selasa, 16 Juli 2019

Pantai Popoh


Pantai kedua yang kami kunjungi kemarin adalah Pantai Popoh. Pantai lawas yang zaman saya kecil dulu sudah jadi tujuan wisata. Saya terakhir ke pantai ini saat saya dan suami masih pengantin baru, belum hamil Kay. Berarti hampir 13 tahun lalu.

Kondisi pantai yang dulu ramai dikunjungi pengunjung ini sekarang tak seindah dulu. Pantai yang dulu dikelola oleh pemilik pabrik Retjo Pentoeng ini terlihat kurang terawat. Pabrik Retjoe Pentoeng sudah kolaps, namun sisa-sisa kejayaannya seperti patung "Buto" dan sejenisnya, serta areal pemakaman masih ada. 

Aura mistis yang kental, menjadikan saya dan keluarga dulu tidak terlalu suka mengunjungi tempat ini. Saat berkunjung disini, Kay merasakan aura yang kurang menyenangkan disini dan sempat bertanya kepada saya dan papanya. Kami minta saja dia banya baca doa dan sholawat. Toh yang tak kasat mata itu memang ada dimana-mana. Mereka punya dunia tersendiri, layaknya kita manusia. Saling berdampingan beda alam.

Alhamdulillah Kay yang dulu kecil bisa "melihat" hal-hal gaib sekarang sudah tidak bisa lagi. Sejak mulai menghafal Al-Qur'an dan rutin mengaji, dia sudah tidak bisa melihat yang tak kasat mata. Paling pol hanya merasakan hawanya, sama seperti saya.

Kembali ke pembahasan Pantai Popoh, pantai ini tidak bisa untuk mandi atau main pasir karena pinggir pantainya terdiri atas bebatuan. Di pinggir dermaga pantai berjajar puluhan perahu nelayan yang bersandar. Ada juga perahu wisata yang bisa disewa untuk menyeberangi lautan menuju pulau-pulau disekitar Pantai Popoh.



 












Pantai Sidem


Berkesempatan mantai tipis-tipis kemarin siang sampai sore. Selepas mengunjungi Uyutnya anak-anak, siangnya selepas dhuhur kami meluncur ke kawasan pantai yang masih masuk kabupaten Tulungagung. Ada tiga pantai yang menjadi pilihan kami, yang kesemuanya berada dalam satu kawasan. Pantai Sidem, Popoh, dan Coro.

Yang pertama adalah Pantai Sidem. Di pantai ini kami banyak menemui para nelayan yang tengah menarik jala besar bersama-sama dari pinggir pantai. Di laut lepas juga nampak kapal-kapal pencari ikan yang tengah berlayar. Di pantai ini kami sepakat tidak mandi, karena pantai ini adalah pantai pertama yang kami datangi. Pun pasirnya coklat, nyuci bajunya susah😁(ini sih saya si emak malas yang bilang😅). 

Jadi disini kami hanya foto-foto dan menikmati keindahan pantai. Deburan ombak yang keras khas pantai Selatan memecah karang yang melingkari kawasan Pantai Sidem ini. Pantai ini cukup indah, sayang keindahannya terkotori dengan kurangnya kesadaran pengunjung. Pinggiran pantai terlihat cukup kotor dan banyak sampah yang terbawa ombak ke tepian.






















Pantai Coro yang Eksotis


Mengakhiri liburan sekolah anak-anak, kami habiskan dengan mbolang ke pantai. Sekalian silaturahim ke mbah uyutnya anak-anak di Tulungagung, kami menemukan spot pantai yang eksotis di pesisir selatan Jawa. Pantai Coro namanya.
Ya, namanya memang terkesan menjijikkan. Coro dalam bahasa Jawa artinya kecoak. Namun pantai ini jauh dari kesan kecoak. Sebaliknya, pantai ini sungguh memesona. Hamparan pasir putih, deburan ombak yang bergemuruh menerjang karang, serta pemandangan indah laut selatan bakal menghipnotis siapa saja yang bertandang ke pantai di wilayah Reco Sewu, Besole, Besuki ini.
Dari literatur yang saya baca, tidak ditemukan alasan mengapa pesisir ini dinamakan Pantai Coro. Yang jelas, objek wisata di sisi barat Pantai Popoh tersebut tergolong baru. Untuk menuju ke sana, Anda harus berjuang menyusuri jalan makadam sekira 2 km dari jalan utama kawasan Pantai Popoh. Tantangannya ketika menyusuri jalan menanjak/menurun nan berkelok serta saat harus berpapasan dengan mobil lain. Namun semua itu akan terbayar lunas saat kita menginjakkan kaki di pasir putih Pantai Coro.
















.
.
Pantai Coro
📍Reco Sewu, Desa Besole, Kecamatan Besuki, Tulungagung, Jawa Timur.
🚘 Sekira 1-2 jam dari pusat kota Tulungagung.
💵Tiket masuk Rp5.000 Parkir mobil Rp5.000
⛱️Pasir putih
🌊Tidak untuk berenang.